Oleh : Dyah Rahmadhani Saraswati
Sepanjang jalanku menawar air mata
Yang telah melukai keping-keping nestapa
Melawan badai, bahkan menaklukkan sunyi
Sekerat rima menari di antara sanubari puisi
Aku tegar, bertahan karang
Jauh sebelum zaman merapalkan elegi
Aku sudah menapaki jejak diksi
Bersama semesta yang rayuannya pelik
Menakar habis-habisan batang pemantik
Di selaksa angkasa bertabur gemintang
Kutuliskan asma yang selalu bertabur doa
Tanpa daya yang terpanjat
Hanya iringannya bersenandung syahdu
Ruam-ruam patah
Mekar bunga di sepucuk taman
Disiram cahaya rembulan kala melangitkan
Apa-apa yang kau sebut ilusi semata
Padahal memang aku yang terjatuh
Pada perasaan hampa tanpa aksara
Keletihanku menikam erat-erat jemari yang bertaut
Jerat yang mengerat semakin membumbungkan api
Geloranya menguap habis
Sampai padam nyala energi yang tergerus ambisi
Ingatlah, sebatang mimpi masih tersembul
Di antara senyap yang menyapa langitku
Entah malam atau pagi
Sama-sama terang dan gelap
Pada tempat dan rasa yang berebut untuk menetap
Hikayat kita, entah sampai kapan
Akan terus bermuara pada detak-detak rumit
Laksana enigma tak bertepi
Aku hanya inginkan kita menapaki jejak yang searah
Tanpa kompas, kita tetap berjalan
Melewati lembah rasi yang panjang
Menunggangi gunung berselaksa hampa
Menaungi sungai pada dasar kesuciannya
Berliku dan berduka tak akan terhiraukan
Sebab hanya satu yang menjeruji
Kau dan aku:
Di bawah langit yang sama
Semesta dalam dimensi sempurna
Indah, namun hanya sekadar fatamorgana
Belaka
Mojokerto, 23 Juni 2020
Tentang Penulis
Dyah Rahmadhani Saraswati, gadis kelahiran Mojokerto, 25 Oktober 2004. Hobinya menulis, membaca, dan mendengarkan musik. Mulai terjun dalam dunia kepenulisan sejak tahun 2018 dan telah menghasilkan beberapa karya solo maupun antologi. Untuk mengetahui informasi lainnya bisa cek di akun Instagram @sarassvvti_.
Post a Comment