Oleh: Reihana Ardin
"Aku sayang kamu." Lagi-lagi tiga kata itu terlontar dari mulut laki-laki di sampingnya. Keysa menoleh, memandang pria itu heran dengan kening berkerut.
"Hari
ini kamu sudah bilang tiga kata itu hampir dua puluh kali, Raka." Keysa
memutar posisi duduknya hingga wajah Raka berada tepat di depannya. Tangannya
beralih menggenggam jemari laki-laki yang notabennya adalah kekasihnya.
"Jujur
sama aku! Kamu ada masalah?" tanyanya lembut.
Raka
hanya mengulas senyum. Baru kali ini Keysa dibuat bingung oleh laki-laki itu.
Mungkin bagi orang lain, senyum Raka kali ini tak ada bedanya dengan
senyumannya hari-hari lalu. Tapi entah mengapa, dirinya merasa aneh. Ada
sesuatu yang disembunyikan dibalik senyuman manis itu.
"Raka!"
gadis itu menahan tangannya yang ditarik lembut oleh Raka. Raka menoleh.
"Kamu
belum jawab pertanyaan aku. Kamu kenapa?" tanyanya sedikit memaksa.
"Aku
gak apa-apa," jawabnya sambil tersenyum
"Bohong.
Aku mau jawaban jujur kamu, Raka," paksanya
Laki-laki
itu menghela napas.
"Dengar,
enggak semua masalah bisa kita ceritain ke orang lain. Beberapa dari itu akan
lebih baik kita simpan dan selesaikan sendiri. Paham?" jelas Raka.
"Tapi--"
"Aku
mau ngajak kamu ke sesuatu tempat."
"Ke
mana?"
"Nantinya
kamu tahu. Dan aku yakin kamu pasti suka," ucap Raka sambil mengusap
lembut pipi chubby gadis kesayangannya.
***
"Wah,
daebak!" Keysa bergumam takjub dengan mata yang berbinar. Baru kali ini
dia melihat pemandangan seindah ini.
Raka
mengajaknya ke sebuah bukit yang tak terlalu jauh dari kota. Baru kali ini dia
ke sini. Bahkan, dia tak akan tahu lokasi tempat ini jikalau Raka tak
mengajaknya. Setelah puas melihat sekeliling, dia berjalan ke arah Raka yang
terduduk di rerumputan dengan mata terpejam.
"Kamu
tahu tempat ini darimana?"
Raka
membuka matanya, menoleh. "Tujuanku membuat kamu senang. Jadi, aku akan
mencari tahu apa pun yang akan menerbitkan senyummu. Selalu." Pipi Keysa
memanas. Ia tak dapat menahan senyumnya untuk terus terukir. Baginya, Raka
adalah alasan dia bertahan. Dan bagi Raka, Keysa adalah cinta pertama dan
terakhirnya.
"Key!"
panggil Raka.
"Iya?"
Tak ada sahutan membuatnya menoleh.
"Kenapa?"
tanyanya lagi.
"Kalau
aku seorang vampir seperti Edward, apakah kamu masih mencintai aku?" Keysa
mengerutkan keningnya. Pertanyaan Raka sungguh aneh.
"Semisal
vampir itu memang nyata dan kamu adalah salah satunya, aku akan tetap di sini.
Di samping kamu," jelasnya.
Selang
beberapa detik, tawa Keysa menyembur.
"Pertanyaan
kamu tuh aneh, tau gak? Pake bawa-bawa Edward lagi. Haha," Raka hanya tersenyum.
Senyum penuh rahasia.
"Panas.
Pulang, yuk! Kan, vampir gak boleh lama-lama dibawah matahari. Hehe,"
ajaknya sembari mengejek. Keysa berdiri dan berniat menarik Raka untuk ikut
berdiri. Tapi laki-laki itu menahannya.
"Aku
serius soal itu," terang Raka. Laki-laki itu kemudian berdiri, menatap Keysa
yang tampak tak mengerti.
"Serius
soal?"
"Kalau
vampir itu nyata dan aku salah satunya." Spontan gelak tawa Keysa kembali
bersuara. Sedangkan Raka, tetap diam dengan raut serius.
"Apaan
sih, kamu? Gak jelas banget tahu, gak? Ayo pulang! Udah panas nih,"
ajaknya. Keysa kembali menarik tangan laki-laki itu. Tapi, tiba-tiba dia
ditarik kedalam pelukan Raka. Spontan gadis itu memekik.
"Ish,
Raka! Bikin kaget tahu g…," ucapannya terpotong ketika ia mendongak.
Napasnya tiba-tiba memburu. Sepasang taring terlihat di kedua sudut bibir
laki-laki itu. Sekian detik ia tenggelam dalam keterkejutannya, ia pun
mendorong pelan tubuh Raka.
"Apa
kamu masih menolak percaya?" tanya Raka dengan sorot mata sendunya.
"Raka?"
"Inilah
aku yang sebenarnya. Makhluk yang tak pernah masuk logika. Makhluk yang
diyakini hanya sebuah karangan belaka. Aku, aku seorang vampir," jujurnya.
"Hah?
Raka udah, deh. Jangan becanda terus," sanggahnya.
"Aku
serius, Key."
"Raka!"
sanggahnya lagi. Keysa pun berbalik. Berniat untuk menuju mobil Raka.
"Aku
mau pulang," ucap Keysa dengan tetap membelakangi Raka.
"Kamu
bawa mobil aku. Maaf aku gak bisa antar kamu. Aku masih ada urusan di
sini."
"Aku
akan tunggu kamu," putusnya
"Enggak.
Kamu pulang sekarang," suruh Raka.
"Aku
berangkat sama kamu, pulang juga harus sama kamu!" nada bicara gadis itu
pun sedikit naik beberapa oktaf. Dia sama sekali tak mengerti semua ini.
"Aku
enggak bisa pergi dari sini, Key." Raka tetap berusaha membuat Keysa
meninggalkannya. Tapi, semua itu malah membuat Keysa sangat kesal.
"Ka,
kamu apa-apaan, sih? Hari ini kamu aneh banget, tau gak?" Dia menolehkan
kepalanya ke samping, masih enggan berbalik.
"Kunci
mobil udah aku masukin ke tas kamu. Sekarang kamu pulang. Dan... Maaf, hubungan
kita cukup sampai di sini."
"Raka…,"
ucapannya terhenti saat tubuhnya berbalik dan mendapati Raka yang telah
dikelilingi sekumpulan makhluk yang juga memiliki sepasang taring dengan iris
mata yang berwarna merah.
"R-Raka?
Si-siapa mereka?" tanyanya gugup.
"Kamu
pasti tahu siapa mereka." Logikanya terus mengatakan bahwa semua ini
hanyalah lelucon. Tapi berbanding terbalik dengan hatinya yang menyuruh
percaya.
"Raka,
please. Hentiin semua lelucon konyol ini." Keysa tetap bersikeras menolak
semua fakta yang ada.
"Aku
serius, Key. Apa semua ini gak cukup buat kamu percaya?" ujar Raka.
"Sudah
waktunya Raka," ucap seorang pria parubaya berpakaian bak panglima perang
di samping laki-laki itu.
"Berikan
aku waktu sebentar saja," pintanya tanpa mengalihkan pandangannya dari
gadis kesayangannga.
"Tapi…,"
"Aku
mohon. Aku tidak akan melarikan diri. Karena aku tahu siapa target kalian jika
aku berani melawan," potongnya memohon.
"Baik."
"Lepaskan
dia," suruh pria parubaya itu pada kedua laki-laki yang juga berpakaian
sama yang menahan Raka.
Setelah
kedua pria itu melepaskannga, Raka perlahan mendekati Keysa yang masih terdiam
sambil menatapnya.
"Aku
tahu semua ini nyaris tidak bisa dipercaya. Tapi memang ini adanya. Inilah aku
yang sebenarnya," ujarnya.
"Kenapa
kamu sembunyiin semua ini?" tanya Keysa.
"Aku
takut. Aku takut kalau kamu menghindar. Aku takut kehilangan kamu." Raka
kembali mendekat, mengikis jarak antara dirinya dengan Keysa.
"Dan...
Sekarang kamu udah tahu yang sebenarnya. Jadi, apakah hatimu masih bisa menjadi
milikku?" lanjutnya. Tak ada jawaban dari gadis itu membuatnya seakan paham
akan perasaan gadis itu.
"Hah.
Aku mengerti. Pasti sulit, bukan?" tanyanya memastika. Bibirnya tersenyum
pedih saat mengetahui akhir dari kisah cintanya.
"Waktuku
tidak lama. Aku harus pergi. Dan aku harap kamu bisa menemukan laki-laki lain
yang lebih baik dariku." Langkahnya yang semula ingin menjauh terhenti
oleh ucapan Keysa.
"Kalau
aku mengatakan masih mencintaimu, apakah kamu akan menetap?" tanya Keysa
dengan suara bergetar. Raka membalik badannya kembali. Menatap Keysa dengan
sorot mata sendunya.
"Aku
ingin. Tapi aku tidak bisa," ucapnya pasrah.
"Mengapa?
Aku tidak peduli bahwa kau vampir atau semacamnya. Kamu tetaplah kamu,
laki-laki yang kucinta."
"Takdir
kita berbeda.-"
"Cinta
kita terlarang, Key. Aku merelakan hidupku hanya untuk mencintaimu,"
terang Raka. Apa maksudnya dengan merelakan hidupnya demi mencintai Keysa?
Gadis itu benar-benar tidak mengerti.
"Maksud
kamu?" tanyanya kembali.
"Kalau
kamu berpikir bahwa kisah cinta kita akan berakhir bahagia seperti dalam film,
kamu salah. Nyatanya, hal itu hanya sebuah ilusi. Seorang vampir yang mencintai
manusia, hanya ada dua pilihan. Vampir itu yang mati, atau menjadikan manusia
yang dia cintai sebagai vampir. Dan aku memilih opsi yang pertama--"
"Mengapa?
Mengapa kamu lakukan itu?"
"Tujuanku
membuatmu selalu bahagia, Key. Tidak ada seorang manusia pun yang bersedia
untuk menjadi bagian dari kami. Dan juga, aku tidak mau merenggut kehidupanmu.
Biar aku yang berkorban, jangan kamu." Ucapan Raka membuat hatinya sungguh
sakit. Air matanya tumpah seketika.
"Hiks,
enggak. Katakan kalau semua ini hanya lelucon yang kamu buat. Aku mohon
katakan!" pintanya dengan ketakutan melingkupi hatinya. Ketakutan bahwa ia
akan kehilangan Raka dalam hidupnya.
"Maaf."
Satu kata itu keluar dari mulut Raka, membuat Keysa semakin histeris.
"Enggak.
Kamu enggak bisa ngelakuin ini ke aku. Kamu ingat janji kamu? Kamu berjanji
untuk selalu berada di samping aku. Kamu janji untuk tetap disini selamanya
sama aku,"
"Aku
mengingatnya. Dan aku menyesal mengatakan itu. Maaf... Aku tidak bisa
menepatinya," ujar Raka sendu.
"Pilih
opsi kedua!" suruh Keysa tegas.
"Key--"
"AKU
BILANG PILIH OPSI KEDUA!"
"Aku
enggak bisa--"
"APALAGI
AKU RAKA! Aku enggak punya siapa-siapa lagi selain kamu. Kedua orang tua aku
sudah meninggal saat aku masih kecil. Semenjak itu aku hanya hidup sendiri.
Bahkan, keluarga aku tidak ada yang peduli apakah aku hidup atau mati-"
"Tapi
semenjak aku ketemu kamu. Hidup aku berubah. Aku merasa punya sebuah alasan
untuk bertahan. Dan kalau kamu pergi, untuk siapa aku bertahan? Untuk siapa?
Hiks"
"Aku
mohon. Jadikan aku vampir! Selama itu bisa membuatmu tetap bersamaku, aku akan
rela melakukannya--"
"AKU
TIDAK BISA, KEY! Aku mencintai kamu sebagai seorang manusia. Bisa saja aku
merubahmu seperti aku. Tapi aku tidak mau merenggut kehidupanmu. Mengertilah,
Key! Aku mohon!" sanggah Raka. Dia begitu sakit melihat gadis yang
dicintainya terpuruk seperti ini. Dirinya merasa gagal tidak bisa membuat gadis
itu bahagia. Tapi inilah takdir, tidak selamanya sejalan dengan keinginan
manusia.
"Raka!
Waktumu telah habis." Pria parubaya tadi kembali berujar mengingatkan. Raka
hanya menoleh dan mengangguk. Raka melepaskan sebuah kalung berwarna perak
dengan liontin berbentuk seperti sebuah sayap. Dia mengambil tangan kanan Keysa
lalu ditaruhnya kalung itu di sana. Raka tersenyum.
"Kalung
ini yang membuatku bisa beradaptasi dengan dunia luar. Termasuk... Dari
matahari," jelas Raka.
"Lalu,
me-mengapa kamu melepasnya? Kau harus memakainya!" tangan Keysa terangkat
untuk memakaikan kalung itu kembali, tapi Raka mencegahnya.
"Simpanlah.
Aku tidak bisa memakainya lagi. Aku harus pergi," ujar Raka yang membuat
ketakutannya semakin menjadi.
"Enggak,
enggak. Kamu gak boleh lakuin itu, Raka!" teriaknya. Tangannya menggenggam
erat tangan kiri Raka, mencegahnya pergi.
"Hiduplah
bahagia. Aku yakin, nantinya kamu akan menemukan laki-laki yang lebih baik dari
aku." Keysa terus menggenggam tangan Raka kuat-kuat, berharap tak ada yang
bisa mengambilnya. Meski takdir sekalipun.
"Raka!"
panggil laki-laki parubaya itu kembali. Tangis Keysa semakin menjadi ketika
tubuh Raka ditarik paksa oleh dua orang yang tadi menahan laki-laki itu. Tubuh
gadis itu juga ditahan oleh laki-laki lain yang sejak tadi mengawasi mereka.
Keysa meronta. Genggamannya terhadap Raka benar-benat terlepas.
"Enggak.
RAKA! LEPAS! RAKA, KAMU GAK BOLEH LAKUIN ITU! AKU MOHON JANGAN RAKA! AKU MOHON
KEMBALI... hiks hiks. Aku mohon, hiks." Tangis Keysa benar-benar membuat
Raka teramat sakit. Laki-laki itu dibiarkan berdiri di bawah sinar matahari
yang membuat tubuhnya sedikit demi sedikit melepuh.
Tangisan
Keysa lebih menyakiti dirinya dibanding rasa terbakar yang ia rasakan saat ini.
Tubuhnya mulai kehilangan tenaga. Seluruh tubuhnya sudah hampir terbakar
sempurna. Beberapa menit lagi, dirinya mungkin sudah menjadi abu.
Raka
pun terduduk seiring tenaganya yang mulai habis. Tangisan dan teriakan Keysa
pun semakin tak terkendali. Rasanya benar-benar menyakitkan. Pandangannya mulai
mengabur, seiring tubuhnya yang berubah menjadi abu.
"Aku
cinta kamu, Keysa." Sebuah kalimat terakhir tanpa suara yang Raka katakan
dengan senyuman terakhir yang akan sangat dirindukan. Lalu,
Wushh...
Hilang.
Hanya tinggal butir-butir abu yang beterbangan dan juga tangisan dan teriakan
Keysa yang terus memanggil nama Raka.
Takdir
memanglah tak selalu sejalan dengan keinginan manusia. Ada kalanya, kita harus
memilih sebuah pilihan yang sangat menyakitkan. Sebuah pilihan yang tak lepas
dari pedih. Walau sulit, janganlah melarikan diri. Karena hanya seorang
pengecut yang melakukannya. Hadapilah! Walau harus dirimu yang berkorban.
Hadapilah! Walau perpisahan yang jadi ujungnya. Hadapilah! Walau teramat
menyakitkan. Dan yakinlah! Bahwa Tuhan, akan memberimu sepercik kebahagiaan
atas semua pengorbananmu.
==SELESAI==
Tentang Penulis
Reihana Ardin, seorang remaja
berusia 17 tahun yang masih duduk di bangku SMA kelas 3 asal Solo. Salah satu
remaja yang sangat menyukai kesendirian. Hobinya ialah membaca novel,
mendengarkan musik (terutama lagu-lagu BTS), dan juga menikmati kesendiriannya.
Mulai menyukai menulis sejak ia masih duduk di bangku SMP kelas 3. Reihana
merupakan seorang ARMY bermodal kuota yang rajin streaming video-video boy
group kesayangannya (Hehe...). Biasnya itu si maknae Jeon Jungkook dan sang
leader Kim Namjoon. Harapannya adalah semoga ia bisa menjadi seorang psikolog
dan penulis hebat. Dan juga, Jungkook menjadi jodohnya (aamiin ^_^). Tidak ada
yang tidak mungkin di dunia ini, bukan?
Post a Comment